Malino adalah kelurahan yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Daerah yang terletak 90 km dari Kota Makassar ke arah selatan ini merupakan salah satu objek wisata alam yang mempunyai daya tarik luar biasa.
Malino memiliki gunung-gunung yang sangat kaya dengan pemandangan batu gamping dan pinus. Berbagai jenis tanaman tropis yang indah,tumbuh dan berkembang di kota yang dingin ini. Selain itu, Malino pun menghasilkan buah-buahan dan sayuran khas yang tumbuh di lereng gunung Bawakaraeng. Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan masih mengkulturkan gunung itu sebagai tempat suci dan keramat.
Perjalanan dari kota Makassar menuju daerah ini memakan waktu sekitar 2 jam. Wisata air terjun seribu tangga, air terjun Takapala, Kebun Teh Nittoh, Lembah Biru, Bungker Peninggalan Jepang dan Gunung Bawakaraeng menjadi ciri khas kota Malino. Oleh-oleh khas daerah ini adalah buah Markisa ,dodol ketan, Tenteng Malino, apel, wajik, dll. Malino juga menjadi daerah penghasil beras bagi wilayah Sulawesi Selatan.
Jalan menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah bak lukisan alam, akan mengantarkan Anda ke kota Malino. Kawasan tersebut terkenal sebagai wisata sejak zaman penjajahan Belanda. Banyak pengunjung yang datang baik dari Kota Makassar maupun dari daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan, dari seluruh Indonesia bahkan banyak juga touris Mancanegara, untuk mendapatkan tempat rekreasi dan refreshing yang aman, terutama pada saat weekend atau liburan. Sebelum muncul nama Malino, dulu rakyat setempat mengenalnya dengan nama kampung ‘Lapparak’. Laparrak dalam bahasa Makassar berarti datar, yang berarti pula hanya di tempat itulah yang merupakan daerah datar, diantara gunung-gunung yang berdiri kokoh. Terletak di ketinggian antara 980-1.050 DPL.
Salah Satu Sudut Jalan Menuju Kota Wisata Malino
Kota Malino mulai dikenal dan semakin popular sejak zaman penjajahan Belanda, lebih-lebih setelah Gubernur Jenderal Caron pada tahun 1927 memerintah di “Celebes on Onderhorighodon” telah menjadikan Malino pada tahun 1927 sebagai tempat peristirahatan bagi para pegawai pemerintah dan siapa saja dari pemerintah warga kota Makassar sanggup dan suka membangun bungalow atau villa di tempat sejuk itu.
Prasasti Malino 1927
Sebelum memasuki kota Malino, terdapat sebuah tembok prasasti di pinggir jalan dengan tulisan: MALINO 1927. Tulisan tersebut cukup jelas dan seketika itu pula dapat dibaca setiap orang yang melintas di daerah itu, namun prasasti ini dijahili oleh tangan-tangan vandalis.
Malino 1927 bukan berarti Malino baru dikuasai Belanda pada tahun itu. Jauh sebelumnya, Belanda sudah berkuasa di wilayah Kerajaan Gowa, terutama setelah pasca Perjanjian Bungaya 18 November 1667. Disini juga pernah diadakan Konferensi Malino yang dilaksanakan Mulai tanggal 15 - 25 Juli 1946, yang diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Dr. H.J. van Mook membicarakan dan menggagas pendirian Negara Indonesia Timur (NIT). Juga pernah dilaksanakan perjanjian perdamaian Malino I dan Malino 2 yang diprakarsai oleh HM. Jusuf Kalla.
Sejak zaman kerajaan, Malino atau Laparrak hanya terdiri dari hutan belantara, di dalam wilayahnya terdapat beberapa anak sungai yang semuanya bermuara pada Sungai Jeneberang.
Tiba di Malino langsung ke Hutan Wisata Malino, disana bisa menikmati indahnya panorama alam wisata Malino, ditambah dengan syahdunya romantika cinta.
Untuk menuju ke Malino sarana dan prasarananya bisa dibilang cukup memadai. Kita bisa ambil mobil angkot (pete-pete) atau mobil panther. Cukup banyak mobil yang lalu-lalang kesana yang senantiasa menunggu baik di terminal Malengkeri, maupun di terminal Sungguminasa. Akses kesana pun semakin dekat, karena sudah ada jalan tembus Antang langsung ke Bili-bili, meskipun sekarang ini, jalan tersebut masih dalam tahap perbaikan.
Air Terjun Jonjo
Sawah Penduduk Yang Menghijau
Jembatan Menuju Kampung Jonjo
Saya waktu ke Malino baru-baru ini memilih naik sepeda motor, karena ingin menjelajahi pelosok-pelosok alam Wisata Malino. Obyek wisata yang saya datangi yang pertama adalah air terjun Jonjo. Air terjun ini punya kekhasan tersendiri dibanding air terjun Takapala yang dikenal pada umumnya oleh wisatawan. Air terjun Jonjo ini terletak di seberang sungai Jeneberang. Di air terjun ini kita juga bisa menikmati areal persawahan sengkedan yang menghijau milik penduduk Desa Jonjo. Jarak dari kota malino ke Jonjo kir-kira 10 KM.
Setelah puas menikmati kealamian air terjun Jonjo, saya pun kemudian meluncur kembali ke Kota Malino. Sebelum memasuki gerbang kota Malino, saya singgah di lubang-lubang penghadangan (bungker) tentara Jepang. Sejak kedatangan Balatentara Dai Nippon ke Makassar pada tahun 1942 daerah Malino ikut di duduki oleh Jepang dengan alasan bahwa daerah ini strategis dan merupakan penghasil sayur-mayur untuk logistik Balatentara Dai Nippon. Makanya disepanjang jalan menuju kota Malino terdapat bungker-bungker penghadangan dan pertahanan dari serangan sekutu. Sayang… bungker-bungker Jepang ini tidak terawat dan dibiarkan terbengkalai. Bahkan akibat dari perluasan jalan, banyak bungker yang sudah tidak berbekas lagi. Peninggalan Jepang lainnya adalah gudang senjata dan Rumah Sakit Kaigumbioying dan Markas Tentara (SMP Negeri 1 Tinggimoncong sekarang).
Salah Satu Bungker Peninggalan Jepang di Malino
Setelah dari bungker Jepang, saya meluncur ke kebun teh Malino yang berjarak kurang lebih 9 KM dari kota Malino. Kebun teh ini dikelola oleh orang Jepang. Namun saat ini nampaknya kebun teh Malino tidak terawat lagi. Disamping kebun teh juga terdapat kebun strawbery, disini pengunjung bisa singgah menikmati wisata alam Malino serta memetik dan menikmati buah strawbery. Letak kedua obyek wisata ini tedapat di desa Bulutana kecamatan Tinggi Moncong kabupaten Gowa.
Pemandangan Alam di Kebun Teh Malino
Tempat Parkir Yang Unik di Kebun Teh Malino
Waktu itu sudah jam 12 siang wita, saya kemudian kembali lagi ke Kota Malino, saya singgah di hutan wisata Malino. Disini sudah ramai oleh wisatawan. Yang khas disini adalah wisata menunggang kuda. Penduduk asli Malino dengan sabar menunggui para wisatawan yang mau sekedar mencoba menunggang kuda. Tarifnya pun terbilang ekonomis, satu kali naik kuda dengan mengelilingi hutan wisata Malino. Takut nanti kudanya ngamuk??? Tenang, pemilik kuda dengan sabar dan telaten akan mengarahkan kudanya.
Penduduk Yang Menyewakan Kudanya Untuk di Tunggangi
Mencoba Menunggangi Kuda
Tak jauh dari hutan wisata Malino. Terdapat pasar wisata Malino. Disini dijual beraneka rupa produk hasil Malino, sayur-mayur, buah-buahan dan yang terkenal tenteng kacang dan tenteng markisa Malino, adapun handycraft yang bisa dibawah pulang adalah kembang Edelweys yang diambil langsung dari puncak gunung Bawakaraeng. Dan sekarang sudah dijual dipasar ini baju kaos yang bercorak khas Malino hasil kreasi dari anak-anak muda kreatif Malino.
Salah Satu Stand Yang Menjual Markisa di Pasar Wisata Malino
Tenteng Kacang campur gula merah Penganan Khas Malino
Baju Kaos Hasil Kreasi Anak-anak Muda Malino
Mengenai akomodasi di kota wisata Malino ini boleh dibilang sudah memadai, kita tinggal pilih vila atau bungalow, diantaranya Barugaya (Mess Pemprov Sulsel), Restoran, Pesanggrahan dan MEPB (PLN sekarang). Harganya bervariasi mulai dari kelas eksekutif sampai kelas rakyat lengkap di Kota wisata Malino
Salah Satu Villa di Malino
Sebenarnya masih banyak tempat wisata Malino yang menarik lainnya, diantaranya Lembah Biru, wisata kuliner dengan menu ikan bakar, Pesanggrahan Malino yang legendaris, gedung bekas Konferensi Belanda , pabrik pengolahan Jamur dan Sereh, rumah adat (balla lompoa) di Bulutana, wisata mendaki ke puncak gunung Bawakaraeng. Namun karena waktu itu sudah sore, saya kemudian meluncur kembali ke kota Makassar. Suatu saat bila tiba musim liburan lagi, saya akan kembali ke kota wisata Malino, menikmati sejuknya alam, menikmati indahnya panorama gunung-gunung yan berdiri kokoh dan indahnya ngarai-ngarai yang menganga.
Pemandangan di Puncak Gunung Bawakaraeng
Air Terjun Takapala Malino
Salah Satu Sudut Kota Sejuk Malino
Buat yang ingin berwisata ke Malino, silahkan berkunjung ke sana, dengan ramah penduduk disana akan menerima Anda. Di samping Malino Anda juga dapat mengunjungi Bantimurung di Maros, wisata budaya di Toraja, wisata Pantai Pasir Putih di Bira Bulukumba; wisata menyelam di Taka Bonerate Selaya, kota Anging Mamiri Makassar, dan banyak lagi tempat-tempat wisata lainnya di Sulawesi Selatan. Bagi yang ingin melihat panduannya secara lengkap tentang wisata daerah ini, silahkan klik DISINI.
Tapi satu pesan saya, bila ke Sulawesi Selatan, jangan lupa berwisata ke Malino, menikmati indahnya panorama alam yang mempesona dan mengesankan.